Selasa, 23 September 2008

SeBuaH KeiNGiNaN BeSaR

Pacaran, kemudian menikah…..Wow! Sebuah kebahagiaan. Betapa tidak dia yang dicintai, dia yang paling disayangi dapat dimiliki dan diikat dalam ikrar suci nan sakral. Ya, pernikahanlah yang bisa menyatukan dua insan atas kehendak-Nya atas restu dari orang tua. Sepertinya dunia terasa indah, seolah hanya milik berdua. Malam pertama pun menjadi bagian yang tak terpisahkan. Selanjutnya, kebahagiaan pun menghiasai langkah kehidupan Anda dan pasangan. Namun setelah itu? Beragam masalah muncul. Apakah kesiapan Anda menikah dengan dirinya sudah Anda barengi dengan kesiapan Anda dalam menghadapi masalah yang sudah pasti akan datang dalam bentuk yang berbeda?

Kenyataan memang seringkali berbicara lain. Saat pernikahan digelar tentunya yang menjadi harapan adalah kebahagiaan, namun apa daya seiring dalam perjalananannya, pernikahan dan kehidupan rumahtangga Anda pun menemukan riaknya. Sifat pasangan yang sebenarnya mulai terlihat. Kebaikan selama berpacaran seolah berbanding sebalik dengan yang ada. Anda terkesima dengan semuanya. Bahkan kemudian Anda pun seolah menemukan diri Anda seperti terpelanting dalam jurang penuh derita. Pernikahan yang Anda agungkan, yang Anda pikirkan bisa membuat kehidupan Anda lebih baik lagi ternyata malah membuat hidup Anda kian rapuh.

Pasangan Anda berselingkuh? Oh….My God? What must I do? What’s wrong with me? Segudang pertanyaan hadir dalam benak Anda. Pikiran Anda menjadi kacau, sementara ada anak-anak yang harus Anda perhatikan.

Ya, hidup memang tak selamanya memberi kebahagiaan. Gelombangnya selalu datang tiba-tiba. Mana kita tahu bahwa pasangan yang kita dambakan ternyata malah membuat duka? Kenyataan, itulah yan harus diterima. Namun bukan tanpa respek, bukan tanpa usaha.

Adalah sebuah tanggung jawab bagi setiap manusia yang bernyawa untuk memeprtahankan hidupnya sebagai cara bersyukur pada Sang Pencipta. Begitu pun saat menghadapi masalah, jangan hanya membiarkan masalah itu mengalir begitu saja. Upaya untuk pembenahan adalah hal yang harus dilakukan. Mencari solusi tanpa mengedepankan egoisme dan kepentingan pribadi (ingat, kepentingan anak-anak adalah yang harus dkedepankan). Sebab satu masalah selesai, di belakang sana menunggu masalah lainnya, jika dihadapi dengan emosi jelas akan lebih runyam.

Bersama tulisan ini (yang saya ambil dari beragam sumber), saya mencoba bertutur kata sebagai keprihatinan saya pada kenyataan yang ada sekarang ini. Ya, coba saja lihat di infotainment, kasus perceraian dengan beragam sebab (karena perselingkuhan, orangtua yang ikut campur, ekonomi, karier) seolah menjadi trend yang tak lagi malu untuk ditutupi. Apa sebenarnya yang terjadi? Apa sebenarnya yang harus dilakukan?

Dalam buku ini terdapat 4 masalah besar dalam pernikahan. Mengapa saya mengangkat tema tersebut? Saya sadar bahwa 4 masalah tersebut, yaitu Perceraian, Perselingkuhan, Menjadi Orangtua Tunggal dan Permasalahan dengan Mertua adalah yang seringkali saya dengar dari mereka yang bermasalah dalam kehidupan rumahtangganya. Mungkin Anda akan bertanya mengapa poerekonomian tidak masuk ke dalam daftar masalah besar tersebut? Sya pun tidak bisa menjawabnya, sebab pada saat saya menulisnya pikiran saya hanya berpatokan pada yang 4 itu, selain bagi saya pribadi maslah perekonomian tidak akan menjadi masalah jika kekuatan untuk bertanggungjawab dan bekerja keras memenuhi kebutuhan keluarga tetap ada. Namun apa pun alsannya, masalah yang ada harus segera terselesaikan dengan keputusan yang pastinya bisa membuat hidup lebih baik lagi. Sekalipun keputusan yang diambill adalah menyakitkan, tapi itulah keputusan.

Semoga kehadiran buku ini bisa membuat kita lebih siap menghadapi hidup seiring doa yang terucap.

Tidak ada komentar: